Sabtu, 18 Oktober 2008

Antisipasi Jual Beli Ijasah, Dukung Program Kemitraan PT

Jawa Pos[ Sabtu, 18 Oktober 2008 ]
LAMONGAN - Asosiasi Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (Aptinu) Jawa Timur mendukung program kemitraan perguruan tinggi (PT) untuk menggantikan penyelenggaraan kelas jauh yang dinilai melanggar hukum.Pernyataan tersebut diungkapkan Koordinator Aptinu Jatim, M. Afif Hasbullah, yang juga Rektor Universitas Islam Darul Ulum (Unisda) Lamongan. ''Alhamdullah Dikti (dirjen pendidikan tinggi depdiknas) sudah mengeluarkan program kemitraan PT untuk penertiban penyelenggaraan kelas jauh yang merupakan pelanggaran hukum,'' ujarnya dalam press release-nya kepada Radar Bojonegoro, kemarin.Menurut Afif, Aptinu Jatim ikut prihatin dengan maraknya penyelenggaraan kelas jauh oleh beberapa PT. Sebab kelas jauh merupakan pelanggaran hukum karena dilarang oleh aturan perundang-undangan. Namun di sisi lain kelas jauh cukup diminati karena bisa mengikuti kuliah sesuai jurusan yang diminati dan di tempat yang dekat rumah sehingga menghemat biaya. ''Karena fenomena itu membuat warning Ditjen Dikti maupun kopertis kepada PT yang melakukan kelas jauh mengalami hambatan. Dengan kata lain, di satu sisi dilarang, tapi di sisi lain dibutuhkan. Apalagi produk PT seperti huga diterima di instansi pemerintah maupuns swasta,'' terangnya.Afif menegaskan, keadaan semacam itu kalau dibiarkan akan membuka peluang terjadinya penyelewengan. ''Misalnya terjadinya jual beli ijasah instan, seperti yang terungkap di Jawa Pos belakangan ini,'' ungkapnya.Menurut Afif, kelas jauh memang harus dilarang, tetapi harus ada solusinya. Sebab banyak masyarakat yang ingin mengikuti kuliah namun terkendala jarak dan waktu. Misalnya seorang guru yang ingin melakukan penyetaraan strata pendidikan namun tidak bisa meninggalkan tugas mengajar. ''Masyarakat seperti ini harus difasilitasi dengan adanya perkuliahan yang dekat tempat tinggalnya dan masa kuliah sore atau malam hari,'' terangnya.Afif menjelaskan, prohram kemitraan PT merupakan solusi dari masalah itu. Apalagi bisa diikuti oleh PT minimal terakreditasi B untuk dapat membuka kelas kemitraan di kota atau kabupaten lain yang bermitra dengan PT setempat. ''Prgram ini tidak hanya didasarkan MoU antara PT, tetapi juga harus ada ijin Dirjen Dikti,'' terangnya.(feb)

Kampus Harus Netral

Bebaskan Civitas Akademiknya Mendukung Pasangan Cagub-Cawagub Jatim
Radar Bojonegoro, 15 Oktober 2008
LAMONGAN - Universitas Islam Darul Ulum (Unisda) Lamongan membebaskan setiap civitas akademik-nya untuk memilih atau mendukung para pasangan calon gubernur dan wakil gubernur (cawagub) dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur (pilgub) Jatim putaran kedua 4 Nopember mendatang. Pernyataan tersebut diungkapkan Rektor Unisda Lamongan, M. Afif Hasbullah yang juga Koordinator Asosiasi Perguruan Tinggi Nahdatul Ulama (Aptinu) Jatim. ''Tidak ada instruksi khusus untuk memilih salah satu kandidat (pasangan cagub-cawagub Jatim),'' ungkapnya kepada Radar Bojonegoro, kemarin.Menurut Afif, sebagai institusi akademik perhuruan tinggi sudah selayaknya bersikap tidak mendukung salah satu pasangan calon (netral). Sebab perguruan tinggi harus independen dan tidak terjebak dalam politik praktis.Walaupun secara praktis tidak layak untuk partisan, ujar Afifi, bukan berarti perguruan tinggi harus lepas perhatian terhadap politik praktis. ''Wujud perhatian itu bisa dengan melakukan diskusi panel dengan mengundang para kandidat, memberikan masukan konstruktif pada kandidat maupun upaya pendewasaan masyarakat untuk menyalurkan hak politiknya secara tepat dan bertanggunggungjawab,'' terangnya.Afif menjelaskan, memahami perguruan tinggi tidak lepas dari institusi/lembaga individu (SDM). ''Sepanjang aktivitas politik praktis dilakukan oleh individu-individu dan tidak menyeret kampus dalam ranah politik, hal tersebut masih dalam kewajaran,'' ujarnya.Menurut Afif, meski Unisda memilih bersikap netral, namun apabila ada kunjungan kandidat ke kampus yang sifatnya bukan untuk kampanye, seperti memberikan seminar, hal itu masih bisa dibenarkan secara akademis. ''Sebenarnya tidak terlalu menguntungkan bila seorang kandidat bermaksud untuk dialog di kampus, mengingat jumlah masa yang dikumpulkan relatif tidak terlalu besar. Belum lagi harus sibuk menanggapi pertanyaan mahasiswa dan di panel dengan akademisi. Hal itu berbeda dengan acara kampanye maupun rapat akbar,''tandasnya.(feb)